Kisah Sultan Mahmud Mangkat Di Julang Bukan Legenda



Kisah Sultan Mahmud Mangkat Di Julang Bukan Legenda

Bismillahirahmanirrahim, posting kali ini saya akan membahas tentang “Sultan Mahmud Mangkat Di Julang”. Satu hal yang patut kita ketahui bersama terlebih dahulu ialah, Kisah Sultan Mahmud Mangkat Di Julang ini bukanlah kisah Legenda. Karena Legenda itu sendiri sebenarnya bermakna, “cerita rakyat yang dianggap pernah benar-benar terjadi”. Dengan demikian sebenarnya makna dari legenda tersebut adalah sebuah cerita fantasy yang tidak memiliki landasan fakta sejarah yang sebenarnya.


Dalam hal ini, sekali lagi saya tegaskan, Kisah Sultan Mahmud Mangkat Di Julang termasuk dalam ranah sejarah, ataupun fakta dan ia bukan cerita rakyat belaka yang tidak berdasarkan pada kisah sebenarnya.

Baiklah kita mulai pembahasan tentang maksud dari kata “Mangkat Di Julang”. Arti kalimat “Mangkat Di Julang” ini ialah meninggalnya seorang Sultan/Raja ketika sedang dijulang/diarak. Karena kebiasaan Sultan pada masa itu, ketika akan menuju Masjid untuk melaksanakan Shalat Jum’at beliau akan diarak menuju Masjid oleh para tentara kerajaan. Pada saat sedang menuju ke Masjid inilah beliau diserang oleh Laksmana Bintan atau juga dikenal dengan nama Megat Sri Rama.

fakta sejarah

Kenapa Laksmana Bintan Membunuh Sultan Mahmud?
Laksmana Bintan merupakan Laksmana yang tangguh pada masa kekuasaan Sultan Mahmud Shah II, yang memerintah pada tahun 1685M-1699M. Laksmana yang setia kepada Sultan dan negara ini disebut berkhianat dengan Sultan Mahmud Shah II karena Sultan telah zalim dalam membuat keputusan. Sultan Mahmud Shah II telah membunuh istri Laksmana Bintan, disaat sang Panglima sedang bertugas membela Tanah Air dari ancaman Lanun (Perompak).

Apa Penyebab Sultan Membunuh Istri Laksmana Bintan?
Istri Laksmana Bintan yang bernama Wan Anum sedang dalam keadaan hamil sewaktu Laksmana Bintan sedang pergi bertugas membela negara. Konon katanya, Wan Anum ini mengidam makan buah Nangka. Alhasil, Wan Anum yang memendam keinginan untuk makan buah nangka ini dengan pada satu kesempatan memakan buah Nangka yang sedianya diperuntukkan untuk hidangan Sultan. Kisah pilu ini terjadi ketika Sultan yang mendapat hasutan dari para menteri yang buruk perangainya untuk menghukum Wan Anum. Wan Anum yang dianggap lancang kepada Sultan pun dibunuh karena dianggap tidak menghormati Sultan.

“Ada versi yang mengatakan bahwa Wan Anum berkilah ia sekedar menjamah buah Nangka tersebut semata-mata hanya karena keinginan janin yang ada di perutnya. Ternyata hal ini malah membuat para menteri dan Sultan berusaha membuktikan hal tersebut dengan membelah perut Wan Anum untuk membuktikan hal tersebut. Ternyata benarlah atas kehendak Yang Maha Esa, ternyata Janin yang ada di perut Wan Anum sedang mencicipi buah Nangka tersebut.”

“Ada Pula versi yang mengatakan sebenarnya kematian Wan Anum karena Sultan sedang mencoba senjata yang baru dibelinya dari salah seorang Peniaga Inggris. Untuk itu Sultan mencoba senjata dengan menembakkan senapan tersebut ke orang yang kebetulan lewat didepannya, dan salah satunya adalah Istri dari Laksmana Bintan”

Entah yang mana satu sebenarnya yang fakta, namun kematian Wan Anum tersebutlah menjadi penyebab angkara Laksmana Bintan. Seperti fatwa Hang Jebat yang berisi “Raja Alim Raja Disembah, Raja Zalim Raja Disanggah” beliau menuntut balas atas kematian istrinya. Tak peduli sekalipun ia adalah Seorang Sultan yang selama ini ia patuhi. Tapi karena Sultan memang sudah bertindak zalim, maka hukum memberontak kepada Sultan menjadi suatu hal yang wajib bagi para perwira Melayu.

Pada saat Sultan sedang diusung/dijulang menuju ke Masjid untuk melaksanakan shalat Jum’at, pada saat itulah Laksmana Bintan datang kepada Sultan dan menikamkan Kerisnya. Pada saat yang sama Sultan yang sedang sekarat pada saat ditikam tersebut berhasil pula melemparkan Kerisnya dan mengenai Laksmana Bintan. Sultan kononnya juga bersumpah yang dikemudian hari menjadi kenyataan.

"Jika benar beta Raja berdaulat, beta haramkan anak Bentan dan seluruh keturunannya memijak bumi Kota Tinggi, jika diingkar beta sumpah muntah darah hingga putuslah nyawa."

Berkaitan dengan sumpah ini, ada yang mengatakan bahwa sumpah Sultan ini benar-benar makbul, banyak anak Bintan yang mengalami kejadian musykil ketika tiba di Kota Tinggi. Ada pihak yang mengatakan kini sumpah tersebut sudah tidak berlaku lagi, karena sudah jalan 7 keturunan, namun ada juga pihak yang masih meyakini bahwa sumpah tersebut masih berlaku sampai bila-bila masa. 

Sampai sekarang masyarakat Bintan masih mempercayai bahwa kuburan Laksmana Bintan ataupun Megat Sri Rama ada di Pulau Bintan. Sedangkan kebanyakan orang percaya bahwa Laksmana Bintan dikubur di Johor berdekatan dengan kuburan Sultan Mahmud Shah II.

Banyak pihak yang menyalahkan tindakan Sultan Mahmud yang tidak bijak dalam mengambil keputusan. Tindakannya yang semena-mena menghukum Wan Anum adalah salah satu hal dari ketidak adilan beliau terhadap Rakyat disamping banyak yang lainnya lagi.

Sultan Mahmud Shah II atau Sultan Mahmud Mangkat Di Julang adalah generasi terakhir dari Kemaharajaan Melaka. Beliau tidak memiliki keturunan. Sehingga kemangkatan beliau telah menyebabkan suasana yang kacau didalam Kerajaan Melayu.

Namun ada satu yang janggal, jika benar Sultan memang seorang yang zalim, bagaimana mungkin sumpah beliau menjadi kenyataan? Sebenarnya ada apa disebalik mistery kisah ini? Apakah sebenarnya Sultan tidak pernah menitahkan untuk membunuh Wan Anum? Karena memang ada pihak yang mengatakan banyak Menteri yang iri dengan keberhasilan Laksmana Bintan, baik dari segi Profesi maupun dalam hal percintaan. Konon katanya Wan Anum adalah seorang wanita yang cantik dan banyak didambakan oleh para hidung belang di Kerajaan. Memang sikap iri hati bukan suatu hal yang asing dalam kehidupan manusia.

Ada pula yang mengatakan bahwa Sultan Mahmud tidak suka dengan Wanita dari kalangan Manusia, Yang Mulia dikatakan lebih suka berhubungan denan wanita dari pihak Ghaib/Bunian. Hanya Allah yang tau kebenaran hal ini.

Dampak Dari Kematian Sultan Mahmud Shah II
Dampak dari kejadian inilah yang menyebabkan Kerajaan dalam keadaan terdesak terpaksa harus meneruskan alur pemerintahan dengan mengangkat seorang Bendahara untuk meneruskan Kerajaan Johor yang pada masa itu sedang bermusuhan dengan Pihak Portugis di Melaka. Jika pemerintahan tidak dilanjutkan maka hancurlah legitimasi Melayu. Maka dari itu, mau tidak mau diangkatlah seorang Bendahara menjadi Sultan dalam keadaan yang genting tersebut. Tertulis bahwa, Sultan Abdul Jalil IV memegang tampuk kekuasaan tertinggi Kerajaan Melayu pada masa 1699M hingga 1720M. Beliau diturunkan dengan paksa oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Raja Kecik. Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah ini mengaku sebagai keturunan dari Sultan Mahmud Mangkat Di Julang dari salah seorang selir Sultan Mahmud yang bernama Encik Pong. Raja Kecik akhirnya digulingkan oleh persekutuan Melayu Bugis dan Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah menggantikan posisi tertinggi kekuasaan Melayu pada tahun 1722M-1769M. Raja Kecik akhirnya fokus mendirikan Kerajaan Siak di Sumatera Timur. Dengan demikian kerajaan Melayu semakin kecil kekuasaannya dan hanya berfokus pada Semenanjung dan Riau (Kepulauan Riau saja) sedangkan Kerajaan Siak berkuasa di bekas-bekas kekuasaan Johor yang ada di Sumatera Timur.

Tragedi Sultan Mahmud Mangkat di Julang adalah punca dari tragedi-tragedi yang terjadi di kemudian hari. Untuk itu kita yang hidup pada masa sekarang sebaiknya memandang kisah ini dengan lebih bijak. Karena hal ini bukanlah dongeng belaka, namun kenyataan yang benar-benar terjadi. Namun kebenaran sejati tetaplah hanya Allah yang Maha Mengetahui semuanya.

Demikianlah tulisan ini saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

BACA JUGA :  APAKAH LANCANG KUNING ITU ADA?

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kisah Sultan Mahmud Mangkat Di Julang Bukan Legenda"

Post a Comment