Di daerah Karimun secara diam-diam telah lama diatur
persiapan menunggu kedatangan pasukan-pasukan TRI dari daratan. Tatkala awal
tahun 1948 sampai berita bahwa satu pasukan TRI dari batalyon Kepulauan Riau
yang sebagian besar personil-personilnya berasal dari Karimun sedang
mempersiapkan diri untuk mendatangi pulau-pulau di Karimun.
Kelompok-kelompok pro-Republik yang dikenal dengan
sebutan “Golongan Merang Putih” sudah bersiap sedia menanti kedatangan mereka.
Bahkan kurirpun sempat dikirim yang membawa pesan tentang sudah tersedianya
pembelakan dan senjata-senjata api, granat-granat yang berhasil mereka beli
secara gelap di Singapura. Itulah sebabnya pasukan yang berangkat dari Kuala
Inderagiri dengan sebuah perahu dan sebuah motor boat kecil tenang-tenang saja
menuju perairan Kepulauan Riau.
![]() |
gambar ilustrasi perang kemerdekaan di karimun |
Setiba mereka di Pulau Knipan sementara menunggu hari
malam untuk meneruskan perjalanan ke tempat perjanjian dimana alat-alat
pengangkutan telah disediakan oleh para penyambut, dua orang dari pasukan itu
tiba-tiba memisahkan diri yang kemudian ternaya, bahwa mereka telah menghianati
pasukan itu denan memberitahukan kepada kaki tangan Belanda yang ada di pulau
itu.
Pada sore harinya pasukan-pasukan Belanda sudah
mengepung pulau itu dan mulai melepaskan tembakan-tembakan dari kapal-kapalnya.
Selama seminggu pasukan TRI dikepung dan ditembaki, sementara usaha-usaha
menghindarkan diri dari sergapan dan tangkapan dilakukan secara sendiri-sendiri
dalam kelompok-kelompok kecil.
Dalam peristiwa Pulau Knipan, unsure-unsur “orang
Merang Putih” setempat mengerahkan tenaga, bergerak sepanjang malam dengan
sumpah-sumpah kecil untuk menyelamatkan pejuang-pejuang yang terkepung itu.
Karena lautan sekitar pulau tersebut, terutama yang mengarah ke daratan
Sumatera telah dijaga dengan ketat. Maka satu-satunya jalan yang terbuka ialah
menyeberangkan mereka yang ditemui ke Malaya.
Sesudah serangan ke Karimun yang gagal itu, di Pulau
Knipan pada bulan Februari 1948 itu praktis tidak ada lagi pasukan-pasukan TRI
yang mendatangai Kepulauan Riau kecuali unit-unit penembus blockade Belanda.
Beberapa diantara mereka sempat kepergok dan menjadi tawanan di penjara
Tanjungpinang.
Setelah pengakuan kedaulatan 27 Desember 1949, di tiap
negara bagian RIS timbullah gerakan unitarisme (kesatuan) untuk
mempersatukan/menggabungkan diri dengan negara Republik Indonesia. Begitu juga
halnya yang terjadi di Kepulauan Riau. Pemuda-pemuda dan partai-partai serta
organisasi massa menuntut segera penggabungan dengan RI.
Badan legislative Kepulauan Riau ang disebut Dewan
Riau (Riouw Raad) tajaan Belanda dengan sedikit perubahan pada pimpinannya
cukup lama dapat bertahan, yaitu sampai tanggal 18 Maret 1850. Pada tangggal
itu, Riouw Raad secara terpaksa atas desakan pemuda-pemuda yang dipelopori oleh
sebagian besar masyarakat Kepulauan Riau, membubarkan diri. Maka sejak itu
tergabunglah Kepulauan Riau (yang menurut istilah RIS: Daerah Bagian Kepulauan
Riau) kedalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Panitia 17 tersebut diatas dipimpin oleh Zamahsyari
dan Said Hamzah, masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris. Dengan peristiwa
itu, secara resmi tercakuplah Kepulauan Riau ke dalam NKRI sesuai dengan
kehendak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Sumber : Sejarah Kebesaran Kesultanan Lingga-Riau
0 Response to "Perang Kemerdekaan di Karimun"
Post a Comment