Nuansa masa
lalu Kepulauan Riau (part 1)
Pada era awal abad 20 kedigdayaan Turki Usmani di percaturan
politik di Eropa mulai melemah, beberapa daerah kekuasaan Turki Usmani mulai
melepaskan diri satu persatu dari negara tersebut. Beberapa kali juga Turki
Usmani kalah dalam pertempuran memperebutkan kawasan di sekitar Laut Kaspia. Negara-negara
Eropa mulai menyadari bahwa ternyata Turki telah tertinggal dari segi
persenjataan militer, Turki mendapat gelar “the
sick man” di ranah benua biru.
Kemunduran kemaharajaan Turki Usmani telah membuat
Belanda mengambil kesempatan emas ini. Dua kesultanan yang memiliki hubungan diplomatik
yang akrab dengan Turki Usmani di bumi Nusantara mulai mendapatkan ancaman dari
Belanda. Aceh dan Riau berada dalam teror peperangan oleh Belanda yang
menyebabkan kedaulatan dua kesultanan merdeka tersebut mulai diujung tanduk.
sumber gambar : http://indra-oesman.blogspot.com
Penyerangan
Belanda ke Daik
Riau sendiri pada waktu itu beribukota di Daik, biasa
dikenal sebagai kerajaan Riau-Lingga mulai diusik oleh Belanda terkait isu
pembagian hasil timah di Pulau Singkep. Kerajaan Riau-Lingga yang merasa
kedaulatannya terusik akibat kesemena-menaan Belanda ini akhirnya melakukan
perlawanan. Sebenarnya pada saat itu, Belanda memang telah hampir berkuasa
penuh di Bumi Nusantara ini, terhitung selain Riau-Lingga ada dua kerajaan lain
yang masih memiliki kekuatan ketentaraan yaitu Aceh dan Bali hanya tentunya
kekuataan militer Riau, Bali dan Aceh sudah bukan lagi tandingan kekuatan
militer Belanda yang tegak berdiri di Bumi Nusantara.
Dikatakatan pada masa itu, Daik ibukota kerajaan
Riau-Lingga mendapatkan gempuran hingga tiga kali oleh armada Hindia Belanda. Ini
mengakibatkan kehancuran armada militer Riau-Lingga. Kerabat diraja dan Sultan
Riau-Lingga berusaha menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain di Asia
agar mendapat suplai senjata dan pengakuan pelanggaran kedaulatan oleh Belanda.
Salah satunya adalah Jepang yang dikunjungi oleh para pembesar Lingga, namun
hal ini tidak memberikan dampak yang terlalu besar terhadap keadaan didalam
negeri, karena Jepang sendiripun tengah sibuk meluaskan keuasaan di Korea, Cina
dan Rusia.
Riau pun berjuang sendirian mempertahankan
kedaulatannya, sedangkan Belanda sudah memiliki persenjataan yang lengkap
beserta tentara yang ramai, terutama diisi oleh pasukan KNIL (pasukan pribumi
yang bertempur untuk Kerajaan Belanda). Pertempuran yang tidak seimbang ini
akhirnya dimenangkan oleh pihak Belanda, walaupun Belanda baru berhasil
menaklukkan Daik setelah melalui tiga kali penyerangan. Ada dua versi mengenai
akhir kuasa kerajaan Riau-Lingga :
-
Setelah dipecat oleh Belanda, Sultan yang secara de facto tidak memiliki kekuasaan apa-apa lagi akhirnya melarikan
diri ke Singapura karena tidak mau menandatangi surat pemecatannya. Belanda
mengklaim bahwa Sultan Riau-Lingga sudah menandatangi surat pemecatan tersebut
dan kemudian lari ke Singapura.
-
Versi kedua, setelah penyerangan kedua Belanda keatas Daik, Sultan
berangkat ke Singapura untuk mengadakan diplomasi dengan Inggris di Singapura. Pada
saat di Singapura ini, Sultan mendapat kabar bahwa Belanda melakukan serangan
ketiga dan berhasil menduduki Daik. Lalu salah seorang pemimpin Riau-Lingga
yang bertanggungjawab terhadap kerajaan disaat Sultan berada di Singapura,
secara tak disangka-sangka menandatangani penyerahan kekuasaan seluruh daerah
taklukan Riau-Lingga kepada Belanda. Ini menyebabkan Sultan meresa kecewa
dengan orang yang dipercayainya untuk tinggal di Daik tersebut. Sultan lalu
menetap di Singapura.
Bagaimanapun Sultan
sendiri tidak pernah menandatangi perjanjian penyerahan kekuasaan secara
langsung. Artinya Sultan memang tidak pernah menyerahkan Riau-Lingga ketangan
Belanda diatas kertas. Walaupun pada kenyataannya Sultan tidak secara langsung
mengakui kedaulatan Belanda secara penuh keatas bumi Riau, Belanda memang sudah
berlanjur semakin kuat mencengkram Nusantara karena mereka memiliki senjata yang
semakin canggih dan juga tentara yang semakin ramai (terutama pribumi).
Kekuasaan Belanda pada
awal abad 20 akhirnya berhasil merangkul tiga kerajaan merdeka yaitu Aceh, Riau
dan Bali dalam cengkramannya. Ketiga daerah ini tidak pernah menyerah secara
langsung kepada Belanda walaupun telah dikuasai penuh oleh Belanda,
pemberontakan rakyat tetap terjadi disana-sini hanya saja dengan senjata
seadanya dan tidak terorganisir tentu dapat mudah dipatahkan oleh Belanda.
Setelah berhasil
menguasai Daik, lalu Belanda langsung leluasa mengolah hasil timah di Dabo
Singkep. Masyarakat Dabo Singkep yang berbilang kaum mulai memasuki babak baru
perjalanan sejarah. Pada saat itu masyarakat Dabo Singkep yang pada umumnya
berdarah Melayu-Bugis mulai berbaur dengan berbagai macam suku bangsa di
Nusantara ini, termasuk dengan Belanda dan Cina. Perusahaan Timah di Pulau
Singkep yang dikelola Belanda ini membawa ramai masyarakat Melayu-Bugis dan
para pendatang bertempat tinggal disana untuk meningkatkan taraf perekonomian
mereka. Sempat terjadi kestabilan suasana di Pulau Singkep paska pengolahan
hasil timah, karena masyarakat sudah sibuk untuk meningkatkan taraf ekonomi dan
tidak terlalu menghiraukan urusan politik. Akhirnya Melayu-Bugis, Belanda,
Cina, Jawa dan lain-lain sempat hidup berdampingan dengan damai hingga
kedatangan Jepang ke Bumi Nusantara.
0 Response to "Nuansa masa lalu Kepulauan Riau (part 1) "
Post a Comment