Pembenaran Sejarah Melaka demi Nusantara demi Asia
Melaka sebuah Bandar bersejarah
yang menjadi saksi perjalanan kuasa-kuasa kuat dimuka Bumi. Melaka adalah
sebuah tanah di Semenanjung yang dahulu kala sempat menjadi pusat bagi
negeri-negeri Melayu. Melaka berhasil menyatukan beberapa kerajaan di Asia
Tenggara untuk menjadi bagian dari kekuasaannya. Dengan pegangan Agama Islam
dan adat Melayu, Melaka menjadi pusat ibukota dari semua negeri Melayu
berdaulat.
Lagi-lagi saya membaca adegan
sejarah takluknya kota Melaka dari Portugis. Saya kembali membayangkan,
hari-hari kehancuran kota Melaka. Bagaimana mungkin Melaka yang memiliki 20.000
tentara bisa kalah menghadapi Portugis yang katanya hanya memiliki tentara
sebanyak 1.200 tentara. Bagaimanapun perang memang bukan masalah kalkulasi
jumlah tentara, dalam situasi perang juga harus diperhitungkan persenjataan apa
yang dipergunakan selama konflik itu terjadi.
Dengan beberapa sumber bacaan di dunia
maya ini saya bisa mengambil kesimpulan bahwa pasukan Melayu juga dipersenjatai
dengan senjata api untuk mempertahankan kota tersebut. Sedangkan pasukan
Portugis yang katanya berjumlah sekitar 1.200 itu juga memiliki pasukan
tambahan dari kawasan India selatan yang jumlahnya mungkin lebih banyak dari
yang diperkirakan.
Intinya kedua-dua belah pihak
menggunakan teknologi yang sebanding. Mungkin pembedanya hanya pada “baju
tempur”, karena pasukan Portugis sudah terbiasa berperang menggunakan “baju
besi” selama bertempur sedangkan askar-askar Melayu tidak menggunakan baju
tempur tersebut.
Kembali terfikirkan oleh saya. Bagaimana
mungkin askar Melayu yang memiliki senjata api dan juga meriam-meriam serta
kemampuan silat bisa dikalahkan oleh tentara Portugis?
Rentaka, Pistol/Senapan Melayu, Sumber Gambar : Wikipedia
Untuk bahan perenungan, tentara
Melaka yang memang memiliki senjata seperti “rentaka” alias pistol tidak
memiliki Meriam-meriam besar seperti yang dimiliki oleh orang-orang Portugis. Jadi
secara hitung-hitungan jalannya pertempuran, pasukan Portugis dengan “baju besi”
dan meriam yang besar memang lebih diuntungkan. Namun bagaimanapun juga
lagi-lagi kita kembali ingat jumlah tentara Portugis yang sedikit itu bisa
mengalahkan 20.000 tentara Melaka.
Perlu kita bayangkan masak-masak
situasi saat itu. Saya hanya baru berbekal keyakinan bahwa, 20.000 tentara
Melaka itu tidak semuanya ada didalam kota Melaka, lagipula jumlah 20.000
tentara itu hanya perkiraan saja. Jelaslah 20.000 tentara itu tidak
mencerminkan nominal kekuatan armada Melaka pada hari berlangsungnya perang
(;perlu rujukan). Saya memperkirakan hanya ada lebih kurang 5000 tentara yang
bertahan di Kota Melaka pada hari itu. Sedangkan sebagian besar angkatan laut
Melaka sedang tidak berada diperairan kota Melaka. Askar Laut Melayu kebanyakan
masih berada diluar kawasan (ada yang mengatakan di Lingga). Hal ini bisa
dibuktikan dengan detik-detik terakhir perang dimana pasukan Melaka yang siap
berperang jarak dekat hanya berjumlah 500 orang. Menurut saya, dengan tembakan
meriam pasukan Portugis telah memporak-porandakan kota Melaka sehingga formasi
perang yang dipersiapkan menjadi rusak. Sultan Mahmud lebih memilih untuk
meninggalkan Kota Melaka untuk kembali menyusun kekuatan agar bisa kembali
menyerang Melaka. Agaknya para tentara Melayu pada masa itu memperkirakan bisa
kembali mendapatkan kota Melaka dengan mengatur kembali formasi tempur yang
tepat. Namun tentara Portugis telah membangun ulang pertahanan Kota Melaka
dengan membangun benteng yang kuat (termasuk Fomosa).
Pasukan Melayu yang tidak
memiliki pengalaman tempur dengan system benteng tersebut tidak bisa kembali
merebut kota Melaka. Pada masa selanjutnya Kota Melaka malah jatuh ketangan
Belanda dan Inggris secara bergantian, bahkan Kemaharajaan Aceh sempat setahun
berhasil menguasai Melaka dari Portugis. Sedangkan Melayu gagal merebut kota
itu kembali dan lebih sibuk mengurus system pemerintahan yang penuh intrik. Karena
disaat perebutan kembali kota Melaka, daerah-daerah kekuasaan Melayu sedikit demi
sedikit berkurang ditambah dengan perang segitiga antara Aceh, Portugis dan
Melaka hal ini malah membuat runyam keadaan.
Saya rasa agak naïf memang
membayangkan 20.000 tentara bisa kalah dengan 2000 tentara. Boleh dikatakan
1:10. Kita tidak menafikan ketangguhan tempur pasukan Portugis yang memang
memiliki pengalaman perang frontal dengan Andalusia (Moor/ Spanyol Islam). Namun
1:10 itu menurut saya terlalu mengada-ada. Saya lebih nyaman dengan
perbandingan 1:2 tersebut alias 2.500 tentara Portugis bertempur dengan 5.000
askar Melaka. Karena jika benar-benar pada hari itu Melaka memiliki askar
sebanyak 20.000 tentulah askar Melayu masih terus melanjutkan pertempuran. Paling
tidak ada 5.000 pasukan sisa untuk mempertahankan kota Melaka. Namun nyatanya
hanya ada 500 pasukan infantry untuk bertempur sampai titik darah penghabisan.
Peta Melaka tahun 1630, sumber gambar : wikipedia
Jumlah 20.000 tentara Melaka itu
terlalu dibesar-besarkan oleh pihak Portugis untuk menunjukkan kehebatan
Mereka. Padalah suatu hari dulu tanah Spanyol dan Portugal dikalah kan pasukan
Islam dari Afrika Utara dengan jumlah tersebut. Mereka seakan ingin menutup
kenangan masa lampau, kekalahan memalukan mereka oleh tentara Islam sehingga
dengan perbandingan yang sama mereka juga membawa pemikiran orang-orang Islam
di Nusantara supaya orang-orang Islam di Nusantara gentar pada mereka.
Bagi saya 20.000 tentara dengan
meriam kecil, pistol dan silat tidak mungkin Melaka bisa dikalahkan oleh askar
Portugis walaupun mereka memiliki Meriam yang lebih besar serta baju perang
yang kebal tusukan keris dan lembing askar Melayu. Jika total kesuluran Askar
Melayu ada 20.000 orang bisa dibenarkan, namun pada hari kejadian itu jumlah
Askar Melayu di Kota Melaka tidaklah sampai sebanyak itu. Dengan kekuasaan yang
luas membentang dari Utara hingga Selatan, Askar Melayu terpisah-pisah menjaga
beberapa kawasan lainnya dari Champa hingga Bangka Belitung.
Melaka berhasil berdiri
ditengah-tengah jalur kuasa-kuasa kemaharaan yang kuat diantaranya Siam, China,
Majapahit, Burma dan kerajaan-kerajaan di India tentulah memang harus memiliki
tentara yang banyak untuk mempertahankan kedaulatannya. Dengan perlengkapan
yang terhitung modern pada zamannya Melaka memang sangat digeruni dikawasan
Asia ini. Namun pengalaman perang menghadapi pasukan Eropa memang belum
dimiliki pasukan Melaka. Kontak pertama tanah Nusantara dengan Eropa memang
berlangsung di Melaka ini. Kekalahan Melaka memang diluar perkiraan kerajaan
besar disekitarnya. Buktinya setelah menggempur Melaka pasukan Portugis nekad
ingin menancapkan pengaruhnya ditanah Betawi namun berhasil dikalahkan oleh
Fatahillah. Hingga akhirnya pasukan Portugis kembali mundur dan berkosentrasi
di Melaka dan sebagian kerajaan yang ada di Timur Nusantara.
Era Portugis bertempur dengan
negeri-negeri di Nusantara sebenarnya teknologi kerajaan di Asia belum
tertinggal jauh dari Eropa. Beda dengan zaman kedatangan Belanda dan Inggris
yang telah membawa peralatan yang jauh lebih canggih, sehingga satu persatu
kerajaan di Nusantara ini takluk pada kuasa Belanda dan Inggris yang memang
memiliki jumlah tentara yang lebih banyak, modal yang banyak serta teknologi
yang jauh lebih canggih. Pada Era Portugis, mereka bahkan hanya bisa bertahan
di Kota Melaka, mereka terkepung oleh kekuasaan Melayu, Aceh, Jawa dan Siam
tanpa dapat menaklukkan negeri-negeri tersebut. Politik jugalah yang membuat
kekuasaan-kekuasaan besar di Nusantara ketika itu tidak dapat total mengerahkan
segenap kekuatan untuk merebut kembali Melaka. Kerajaan-kerajaan di Nusantara
masih dengan mudah mendapatkan Meriam dan Pistol dari Turki sedangkan bubuk
mesiu dari Cina karena pada masa itu Turki dan Cina masih sangat unggul dengan
kekuasaan yang luas masing-masing mereka.
Sekali lagi saya yakin bahwa
keadaan 1 berbanding sepuluh Portugis menghadapi Melaka itu adalah hitungan
yang mengada-ada. Tidak demikian adanya & pada masa itu kita (Asia umumnya)
masih belum tertinggal jauh teknologi dengan Portugis. Namun memang semakin
lama kerajaan-kerajaan Asia semakin lemah kekuasaanya karena kepentingan
politik masing-masing sehingga satu persatu kerajaan di Asia ini ditaklukkan
oleh penjajah penjajah lain dalam kurun waktu ratusan tahun dalam artian tidak
serta merta dalam semalam. Contohnya Belanda yang cukup lama hanya bisa
berkuasa di berkuasa di Batavia (Betawi, Sunda Kelapa, Jaya Karta), keadaan lah
yang memungkinkan mereka untuk sedikit demi sedikit dapat menguasai seluruh
negeri-negeri yang tanggu di Nusantara ini. Buktinya baru diawal abad 20
setelah kekuasaan Turki mulai melemah barulah Belanda bisa menaklukkan Bali,
Aceh dan Riau-Lingga. Artinya Belanda tidak benar-benar berkuasa total di
Nusantara. Sedangkan di tanah Melayu, semenjak hancurnya kerajaan Riau-Lingga,
Raja-raja Melayu ditanah Semenanjung masih lagi memegang peranan sebagai
pemerintahan yang sah walaupun dibayang-bayangi kekuasaan British. Jika dilihat
dip eta, kerajaan Melayu yang hancur ada tiga yaitu Champa di Utara (sekitar
Kamboja dan Vietnam), Kerajaan Pattani di Tengan (Thailand Selatan), serta
Riau-Lingga di Selatan (Indonesia). Sedangkan negeri-negeri Selat seperti
SIngapura, Pulau Pinang dan Melaka berada pada kuasa penuh Inggris, sedangkan
sisanya kerajaan-Kerajaan seperti Pahang, Johor, Selangor dan lainnya masih dapat
menerapkan system adat pemerintahan seperti sedia kala.
Portugis pernah mengatakan bahwa
Melaka adalah Venesia-nya Asia. Portugis membayangkan dengan menaklukan Melaka
maka mereka bisa menguasai perdagangan di Asia, namun strategi dan khayalan mereka
belum sepenuhnya berjalan. Selain kerajaan di Nusantara dan Asia pada umumnya
masih tangguh, mereka juga harus bersaing dengan Negara Eropa yang lain untuk
menanamkan pengaruhnya di Asia.
Melemahnya kerajaan Mughal di
India membuat Inggris dengan leluasa bisa menguasai sejengkal demi sejengkal
India dan Pakistan. Konflik antar umat agama dan suku antara seluruh kawasan
Asia menjadi keuntungan penjajah dari negeri Eropa. Kasus penjajahan Eropa ke
negeri-negeri Asia berbeda dengan kasus di Australia dan Benua Amerika. Di kedua
benua tersebut Eropa benar-benar memangkas habis adat budaya penduduk tempatan,
namun di Asia yang lebih berperadaban Eropa tidak bisa menjadikan kawasan ini
seperti apa yang menimpa kaum Aborigin ataupun Indian.
ilustrasi pasukan Melaka, sumber gambar dari : http://riwayatmelayu.blogspot.co.id/
Sangat banyak ilmu pengetahuan
dari tanah Asia yang diangkut ke negeri Eropa, sehingga membuat kita (Asia pada
umumnya) tertinggal secara teknologi dari Eropa. Namun kini sejarah yang benar
tidak bisa diganggu gugat, semua Negara-negara Asia kembali bangkit perlahan
namun pasti berusaha membangkitkan lagi kekuasaan lampau yang membuat Eropa
mulai khawatir. Eropa pernah hidup dalam ketakutan dijajah oleh Mongol, Turki
dan Persia yang notabenenya berasal dari Asia. Belajar dari pengalaman
menderitanya dijajah Negara Asia itulah membuat mereka belajar pada pengalaman.
Pada kurun tahun 1.500 Masehi hingga 2.000 Masehi giliran Asia pula yang
dijajah oleh bangsa Eropa. Kini Asia kembali bangkit, negeri-negeri di
Nusantara seperti Indonesia, Malaysia dan Singapura perlahan mulai semakin
maju. India dan Cina yang memiliki sejarah yang gemilang juga semakin
mengkhawatirkan Eropa. Apakah akan kembali terjadi lagi perputaran roda
sejarah, seperti era-era pasukan Turki yang bebas berkeliaran hingga Napoli,
seperti pasukan Arab yang bebas menjengkal setiap tanah Spanyol dan Portugal,
seperti Mongol yang melangkah gagah hingga ke Moskow, seperti Persia yang
berleha-leha di Yunani. Apakah sejarah bisa kembali kita luruskan? Apakah bisa
kita tunjukkan bahwa Silat, Muay Thai, Kung-Fu, Taekwondo, Wushu, Karate dan
Judo adalah seni beladiri terbaik didunia? Hingga kita berhasil kembali
menghirup udara Malaga, selepas sekian Lama mereka berpesta di Melaka?
0 Response to "Pembenaran Sejarah Melaka demi Nusantara demi Asia"
Post a Comment