Tulisan kali ini akan membahas perbedaan antara
provinsi Kepulauan Riau dan Riau. Tulisan ini untuk mempermudah para pemerhati
sejarah yang ingin ataupun sedang mempelajari sejarah Kerajaan Riau.
Dikarenakan besarnya peran Kerajaan Riau dalam pergulatan politik sejarah di
bumi Nusantara ini maka saya menguraikan beberapa perbedaan antara Kepulauan Riau dan Riau. Contoh sederhana betapa besarnya pengaruh kerajaan Riau adalah
melalui Bahasa, dimana bahasa Melayu berkembang dengan pesat pada era
Kemaharajaan Melaka, Kerajaan Johor-Riau hingga Kerajaan Riau itu berdiri
sendiri. Kini bahasa Riau itu telah menjadi pondasi ataupun Lingua Franka bagi
bahasa Indonesia ataupun Bahasa Malaysia, Brunei Darrussalam dan Singapura.
Ibukota
-
Ibukota
Kepulauan Riau adalah Tanjungpinang
-
Ibukota
Riau adalah Pekanbaru
Budaya
Budaya yang paling dominan di Kepulauan Riau
adalah Budaya Melayu ini dapat dibuktikan dengan menelisik perjalanan sejarah
Kerajaan Melayu yang selalu berhubungan dengan kawasan Pulau Bintan, Pulau
Penyengat dan Daik Lingga.
Sedangkan di Riau terdapat dua kaum penduduk
asli yaitu Melayu dan Ocu beserta jumlah penduduk Minangkabau dalam jumlah yang
sangat signifikan.
Bahasa
Bahasa yang paling dominan di Kepulauan Riau
adalah bahasa Melayu yang dituturkan diseluruh Kepulauan Riau dengan logat per
masing-masing daerah yang khas, disertai juga dengan bahasa Indonesia yang
digunakan dibeberapa tempat dan bahasa resmi.
Sedangkan bahasa yang paling dominan di Riau
adalah ketiga-tiga bahasa yaitu Melayu, Ocu dan Minang. Dimana untuk di ibukota
Riau (Pekanbaru) bahasa pergaulan disana adalah bahasa Minangkabau yang
dipadukan dengan bahasa Indonesia. Beberapa daerah yang berada di pesisir
seperti Bengkalis dan Selatpanjang umumnya menggunakan bahasa Melayu sedangkan
di kabupaten Kampar dan Kuansing lebih dominan menggunakan Bahasa Ocu.
Sejarah
Di Kepulauan Riau terdapat Pulau Penyengat,
Bintan dan Daik yang ketiganya adalah ibukota Kerajaan Melayu (baik itu
Kerajaan Johor-Riau dan juga Kerajaan Riau). Terjadi ambigu dalam penyebutan
nama Riau jika kita mempelajari sejarah lalu disesuaikan dengan era kekinian.
Karena nama Riau itu pada nyatanya lebih jelas merujuk pada kawasan Sungai
Carang ataupun Pulau Bintan itu sendiri (Kepulauan Riau).
Sedangkan Riau sekarang yang beribukota di
Pekanbaru memiliki sejarah yang berseberangan dengan Kerajaan Riau pada era
dahulu. Di Riau daratan yang dikenal sekarang, dahulunya ada sebuah Kerajaan
yaitu Kerajaan Siak yang secara politik merupakan sebuah kawasan Kemaharajaan
Melaka-Kerajaan Johor- Kerajaan Johor Riau namun akhirnya Kerajaan Siak ini
melakukan pergerakan besar dengan membonceng tentara Minangkabau untuk
menyerang Johor dan Riau. Pada awalnya pemimpin serangan yaitu Raja Kecik
berhasil menguasai Kerajaan Johor-Riau hingga pada akhirnya beliau harus
berundur kembali ke Siak dan mendirikan Kerajaan Siak yang berdiri sendiri dan
bebas dari pengaruh Johor-Riau.
Dengan latar belakang sejarah perbedaan sudut
pandang siapa yang pantas menjadi pemimpin Kerajaan Melayu pada masa lampau,
ini menyebabkan keakraban Riau dengan budaya Minangkabau sedangkan Kepulauan
Riau memiliki kedekatan darah dengan Bugis. Karena pada saat peperangan antara
Kerajaan Siak (kini provinsi Riau) dengan Kerajaan Johor-Riau (kini negeri
Johor & Provinsi Kepulauan Riau). Kerajaan Siak bersekutu dengan
Minangkabau sedangkan Kerajaan Johor-Riau bersekutu dengan Bugis.
Jadi
bagi anda yang sedang mempelajari sejarah Kerajaan Melayu ataupun Budaya Melayu
jangan sampai salah menafsirkan arti kata “Riau”. Dulunya Riau itu ialah
Kepulauan Riau, sedangkan sekarang Riau itu adalah sebuah Provinsi yang
beribukota Pekanbaru.
Fakta
unik
Sampai kehari ini biarpun secara administrative
sudah jelas perbedaan antara Kepulauan Riau dan Riau. Namun masyarakat
Kepulauan Riau terutama yang berada di Kampung-kampung masih lebih nyaman menyebut
kampung halaman mereka dengan nama Riau saat berada ditanah rantauan ataupun
pada saat mengadakan pentas Budaya “inilah budaya Riau”. Hal ini malah semakin
membuktikan bahwa jiwa Riau itu sebenarnya ada di Kepulauan Riau hingga kehari
ini.
Saat orang Kepulauan Riau berada dirantauan dan menyebutkan kampung halamannya "Kepri", sebagian besar penduduk Indonesia agak kurang familiar mendengar nama Kepri itu. Pada Saat mennyebut dengan jelas "Kepulauan Riau" barulah mereka akan berujar "owh... Riau?". Secara tak langsung ini menyebabkan masyarakat Kepulauan Riau yang ada di perantauan berada dalam dilema. Kebanyakannya hanya merespon kalimat tersebut dengan tersenyum lalu berguman "Kami memang orang Riau yang sebenarnya, tetapi kini nama Riau itu telah diangkut di Sumatera Timur yang beribukota Pekanbaru, Kami orang Riau yang sebenarnya namun sekarang kami lebih dikenal dengan nama Kepulauan Riau (Kepri)"
Tulisan ini bertujuan untuk menegaskan bahwa
Pahlawan Nasional Bahasa Indonesia yaitu Raja Ali Haji dengan karangannya
Gurindam 12 itu berasal dari Riau (kini Kepulauan Riau) bukan berasal dari Siak
(Kini Riau).
Dan bahasa Indonesia itu berasal dari bahasa Riau yang Kini lebih dikenal dengan nama Kepulauan Riau bukan Riau sekarang yang beribukota Pekanbaru.
Dan bahasa Indonesia itu berasal dari bahasa Riau yang Kini lebih dikenal dengan nama Kepulauan Riau bukan Riau sekarang yang beribukota Pekanbaru.
Untuk lebih lanjut silakan lihat video berikut
terima kasih, tulisannya mencerahkan.
ReplyDeletekarena di kantor ada teman yang dari kepri, langsung saya klarifikasi masalah riau "yang sebenarnya" dengan riau yng beribukota di pekanbaru. dan dia sepakat dengan apa yang saudara tulis. keep up the good work. jempol!!!
Sejak Kepulauan Riau memisahkan diri dengan Provinsi Riau maka banyaklah oponi-opini yg bermunculan seolah-olah menasbihkan diri siapa yg merasa paling “Melayu Riau” dalam artian sebenarnya. Saya setuju dengan tulisan saudara ini tapi perlu dicatat, meski secara geografis Provinsi Riau (daratan) berada diwilayah Timur Sumatra dan berbatasan langsung dengan wilayah Minangkabau (SumatraBarat) bukan berarti mengikis habis jati diri (seni,budaya,adat istiadat) Melayu sendiri pada Provinsi Riau. Meski Kota Pekanbaru saat ini telah menjelma menjadi ibukota yg multi kultur tetapi tetap dengan budaya Melayu sebagai identitas dan landasan hidup bermasyarakat yg damai. Sejak dahulu memang tak banyak orang Melayu disana. Karena boleh dibilang sejak dahulu di wilayah Provinsi Sumatra tengah (Sumbar,Riau,Jambi) masyarakat minangkabau memang paling domininan dalam hal populasi ,ini jg diikuti latar belakang masyarakat sebagai pedagang perantauan di daerah yg berkembang (Pekanbaru) terlebih masyarakat disatukan karena sama-sama memiliki kesamaan kultur dan sama-sama pemeluk agama Islam, Islam sebagai pedoman hidup orang Melayu. Begitu juga dengan didaerah-daerah lain seperti Siak, Bengkalis, Rokan Hilir, Rokan Hulu, Indragiri Hilir dan Hulu, Kampar, Pelalawan hingga Kepulauan Meranti sama-sama masih mempertahankan jati diri sebagai negeri Melayu di provinsi Riau. Sama -sama pula memiliki komitmen untuk mewujudukan cita-cita besar kami Provinsi Riau sesuai dengan Visi-Misi Riau 2020 menjadikan Provinsi Riau sebagai pusat kebudayaan Melayu dan pusat perekenomonian di asia Tenggara tahun 2020. Lihatlah pembangunan pesat di kota Pekanbaru dan kab. Siak sarat dan kental dgn nuansa budaya Melayu. Lihatlah kami punya kampung Zapin Melayu Meskom di Bengkalis, belum lagi pelestarian dan perkembangan seni dan budaya Melayu yg senantiasa di support penuh oleh pemerintah daerah dan diikuti pula oleh swasta-swasta yg berinvestasi di negeri kami. Riau dengan adanya atau tanpa adanya Kepulauan Riau akan senantiasa tetap menjadi negeri Melayu dengan khazanah ke khas-annya, disini terdapat banyak peninggalan sejarah , cagar budaya dan historikal bernilai yg kami sumbangkan pada negara Indonesia.
ReplyDeleteSama sekali kami tidak pernah berharap di daratan sana terkikis habis budaya Melayu nya... kami justru sangat-sangat senang kalau kita sama-sama dapat mempertahankan budaya Melayu bersama.... namun fakta sejarah tetaplah fakta sejarah... jangan sekali-kali kita putar balikkan fakta sejarah itu...
Deletesalam... Takkan Melayu Hilang Di Dunia
Saya seorang generasi kedua perantau Minang di Batam. Bagi saya miniatur Nusantara itu adalah Tanah Melayu. Lahir dan besar di Bumi Melayu ini adalah suatu kebanggaan, dengan tetap mengenal jati diri asal leluhur saya. Bahasa Melayu menyatukan kita, menjadi bahasa persatuan. Kesamaan tauhid Islam menyatukan kita, sehingga pepatah adat bersendikan syara'-syara' bersendikan kitabullah sudah mafhum menjadi pedoman hidup.
ReplyDeleteCuma satu saja, perbedaan diatas janganlah terlalu diperumit atau diperuncing, bahwa di Riau sudah sedikit sekali penerapan budaya Melayu krn banyaknya puak Ocu dan Minangkabau. Bukankah sejatinya kita di Sumatera ini jg rumpun besar puak Melayu? Bagi saya perbedaannya adalah pola hidup dan budaya masyarakat dimana puak itu berasal, bagaimana masyarakatnya komit menjalankan budaya tersebut sebagai keluhuran budi. Dalam hal merantau, juga kita kenal pepatah "dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung". Terkait sejarah, ada baiknya juga perlu ditinjau sejarah ini jauh sebelum masuknya pengaruh Islam pada kerajaan-kerajaan tersebut. Sebagaimana penulisan sejarah tertulis berkembang pesat semasa Islam masuk ke Nusantara ini. Sedangkan masa sebelumnya lebih bersifat lisan secara turun temurun saja. Sehingga antara Sriwijaya, Melayu Dharmasraya dan Minangkabau juga terdapat cerita yang hampir sama.
Puak Bugis sebagai bangsa pengelana dan pelaut banyak ditemukan berasimilasi dengan penduduk lokal. Sebagaimana kawan-kawan saya di Batam, yg setelah bersilaturrahmi tahulah kita bahwa dia keturunan Selama, dll. Sebagaimana juga puak Minangkabau yang punya tradisi merantau dan egaliter jg ada yg berasimilasi. Begitu jg dengan Puak Aceh, Jawa, dll jg banyak berasimilasi di Bumi Melayu ini. Lihat saja tokoh-tokoh Kepulauan Riau ini, kita tahu mana yang Melayu, mana yang Melayu-Bugis, dan mana yang Melayu-Jawa maupun asimilasi lainnya. Hal itu seharusnya menjadi kekayaan khazanah budaya kita di miniatur Nusantara ini.
Akhir kata, Allah SWT menjadikan kita bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kita saling mengenal dan mendukung terwujudnya baldatun toibatun warabbun ghafuur, amin.